Siklus Hujan
Siklus air yang terjadi di bumi tidak akan
terjadi apabila tidak ada hujan. Proses terjadinya hujan
itu sangat berkaitan erat dengan adanya lautan. Pembahasan siklus air pada
intinya adalah pembahasan proses
terjadinya hujan. Siklus hujan ini dimulai dengan adanya air laut yang menguap
akibat panas sinar matahari yang biasa disebut dengan proses evaporasi. Uap air
tersebut kemudian akan naik ke langit hingga ke lapisan terbawah dari atmosfer
yaitu troposfer. Lapisan troposfer terletak pada ketinggian 13-15 km dari
permukaan laut, tergantung pada iklim di kawasan itu.
Allah SWT telah
memberikan kesempatan kepada uap air yang naik ke langit tersebut dengan proses
pendinginan secara
bertahap. Uap air tersebut kemudian tertiup oleh angin, kemudian berkumpul
membentuk awan, dan kemudian mengalami pendinginan. Awan yang sudah mengalami pendinginan
tersebut akan terbawa oleh angin ke daratan yang mempunyai gravitasi relatif
lebih besar dibandingkan dengan di lautan. Awan yang semakin dingin itu semakin
lama akan mengembun, dan akibat beratnya sebagai embun kemudian akan jatuh
kembali ke bumi sebagai hujan. Tanpa lapisan troposfer yang memiliki ciri khas
sifat fisika ini, uap air yang naik ke langit ini mungkin akanhilang begitu saja.
Hujan yang turun ke bumi itu sebagian ada yang
ditampung oleh manusia dan ada yang jatuh ketanah. Dalam tanah, air
mengalami pergerakan yang merupakan
bagian dari siklus hidrologi.
Pergerakan air tanah pada umumnya
terjadi sangat lambat atau dalam kondisi laminer yang dapat dianalisa menggunakan hukum Darcy.
Air yang berada dalam tanah tersebut akan terus bergerak dan mengalir hingga
mencapai batuan landas
yang mengalir ke tempat yang lebih dalam dan rendah. Dari semua air yang jatuh
di bumi pada akhirnya akan kembali ke laut.
Sebelum terjadinya hujan biasanya kita sering
melihat kilatan petir. Kilatan-kilatan petir tersebut mempunya manfaat. Menurut Al-Quran Surat
Al-Ra’d (13): 12, kilatan petir tersebut
memiliki dua manfaat yaitu, menimbulkan ketakutan, dan memberikan harapan.
هُوَ ٱلَّذِي يُرِيكُمُ ٱلۡبَرۡقَ خَوۡفٗا
وَطَمَعٗا وَيُنشِئُ ٱلسَّحَابَ ٱلثِّقَالَ ١٢
“Dialah
Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan
harapan, dan Dia mengadakan awan mendung”(QS. Al-Ra’d: 12)
Untuk manfaat yang pertama yaitu menimbulkan
ketakutan tentunya sudah jelas. Sedangkan untuk yang kedua, menimbulkan harapan
biasanya difahami karena keberadaan petir yang menyambar merupakan pertanda
akan adanya hujan yang diharap-harapkan. Dari pandangan sains petir yang
menyambar dengan muatan listrik puluhanribu volt ternyata menyebabkan
terbentuknya penyeimbangan berlanjut yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan
manusia di bumi. Sudah kita ketahui bahwa uap air yang naik dari permukaan laut
akan menghasilkan air murni melalui proses distilasi. Air hujan yang murni merupakan pelarut
yang akan menjadi katalisator
reaksi bahan-bahan kimia yang ada di bumi.
Petir yang menyambar dapat menghasilkan tegangan
yang sangat tinggi dan dapat menaikkan suhu udara disekitarnya. Temperatur yang
sangat tinggi ini memungkinkan terjadinya suatu reaksi elektro-kimia pada
unsur-unsur yang melayang pada atmosfer, seperti nitrogen dan oksigen di udara.
Reaksi ini akan menghasilkan senyawa nitrat (NO3) yang akan terbawa
turun bersama hujan. Senyawa nitrat ini sangat bermanfaat bagi tanah karena
senyawa ini mengandung nitrogen yanag dapat menyuburkan tanah. Senyawa nitrogen
juga sangat bermanfaat untuk tumbuhan, namun tumbuhan sulit untuk mendapatkan
nitrogen langsung dari udara.
Hujan merupakan karunia dari Allah yang sangat
bermanfaat bagi semua makhluk yang ada di bumi. Dalam Al-Quran Surat Al-Thariq
(86): 11
وَٱلسَّمَآءِ ذَاتِ ٱلرَّجۡعِ ١١
“Demi langit yang mempunyai kemampuan
mengembalikan.”
Para ahli tafsir menafsirkan “Demi langit yang dapat menurunkan hujan”.
Ar-Raj’u ditafsirkan sebagai hujan.
Dilain pihak proses terjadinya hujan memang menunjukkan bahwa uap nair yang
berasal dari laut kemudian “dikembalikan” oleh langit yang memiliki kapasitas
mengembalikan (capacity of return).
Siklus air ini memang merupakan anugrah Allah yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan. Tanpa adanya siklus air,banyak
bangkai makhluk hidup dan
sampah tentu akan mencemari air yang ada di bumi. Sehingga dapat menimbulkan
dampak yang tidak sehat bagi kehidupan dan merusak ekosistem yang ada di bumi.
Jumlah air di bumi ini mempunyai kadar yang sesuai dengan kebutuhan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Dalam proses terjadinya hujan Allah telah mengatur
jumlah air yang menguap yang akhirnya menjadi air hujan dan sebagian yang masih
ditahan oleh gravitasi bumi untuk tetap berada dalam lautan untuk
mempertahankan suhu bumi serta sebagai tempat hidup ekosistem yang ada dalam
laut. Semua itu sudah ditakar oleh Allah secara rapi dan teratur. Firman Allah
dalam Al-Quran Surat Al-Mu’minun (23): 18.
وَأَنزَلۡنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءَۢ
بِقَدَرٖ فَأَسۡكَنَّٰهُ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ وَإِنَّا عَلَىٰ ذَهَابِۢ بِهِۦ
لَقَٰدِرُونَ ١٨
“Dan
Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu
menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.”
Kerapian ciptaan Allah SWT, yang teratur dengan ukuran-ukuran yang
presisi tidak hanya masalah air, melainkan atas segala sesuatu yang telah
diciptakan-Nya. Kadar air yang sesuai dengan ukurannya ini harus kita syukuri,
karena Allah berkuasa untuk menghilangkannya dari bumi ini.