THAHARAH
(Mengusap Jilbab, Mengusap Sepatu, dan Tayamum)
I.
PENDAHULUAN
Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih dahulu
bersuci. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci. Dalamhukum islam bersuci
dan segala seluk beluknya adalah termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting
terutama untuk melakukan ibadah yang wajib dilakukan sebelum seseorang bersuci
seperti melakukan shalat, tawaf, sa’i. Ibadah
tersebut wajib suci dari hadas dan suci
pula badan, pakaian dan tempat dari najis. Dalam kehidupan sehari-hari kita tak
terlepas dari kotoran dan najis sehingga thaharah dijadikan sebagai alat dan
cara bagaimana mensucikan diri agar sah saat menjalankan ibadah
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana hukum mengusap jilbab (sebagai ganti mengusap kepala) bagi
wanita?
B.
Bagaimana hukum mengusap sepatu dalam berwudhu?
C.
Bagaimana hukum tayamum?
III. PEMBAHASAN
A. Hukum Mengusap Jilbab (sebagai Ganti Mengusap Kepala) bagi Wanita
Jilbab adalah khimar,
yaitu kain yang menutup kepala seorang wanita. Dalam masalah ini ada dua
pendapat yang berkembang, yaitu sebagai berkut.
1.
Pendapat yang mengatakan boleh. Ini adalah pendapat mazhab Hambali,
Zhahiri dan jumhur fuqaha’,
berdasarkan cerita Ummu Salamah bahwa ia pernah mengusap jilbabnya saat wudhu.
Diriwayatkan juga dari Rasulullah saw. bahwa beliau menyuruh mengusap khuff dan jilbab, karena kain ini adalah pakaian
bagi kepala yang biasanya sulit dilepas dan mirip dengan soban.
2.
Pendapat yang mengatakan tidak boleh mengusap jilbab ini adalah pendapat
kalangan ulama Malikyah dan Zaidiyah serta salah satu versi riwayat Imam Ahmad.
Imam Ahmad pernah ditanya, “Bagaiman seorang mengusap kepalanya?.” Ia menjawab:
“Ia mengusapnya dari bawah jilbab dan bukan dari atasnya.” Zahid bin Ali
berkata, “tidak boleh seorang bagi wanita mengusap kepalanya dari atas jilbab
dan jika ia mengusap bagian dean kepalanya dianggap cukup.”
B. Hukum Mengusap Sepatu (khuff) dalam Berwudhu
1.
Pengertian dan Hukum Mengusap Sepatu (khuff)
Mengusap secara etimologi berarti memperjalankan
tangan di atas sesuatu. Secara terminolgi mengusap sepatu (khuff) berarti menggunakan tangan yang basah atau apasaja yang
menempati posisinya ke bagian atas sepatu dalam jangka waktu yang ditentukan
oleh syara’. Sepatu (khuff) yang
diakui syara’ adalah alas kaki yang menutupi kedua mata kaki yang memungkinkan
untuk dibuat berjalan.
Bagian yang diusap adalah bagian atas sepatu, bukan bagian alasnya.
Mengusap sepatu diperbolehkan berdasarkan hadis yang
masyhur. Salah satunya dalah hadits dari Al-Mughirah
ุนْู ุงَْูู
ُุบِูุฑَุฉِ ุจِْู
ุดُุนْุจَุฉَ ุฑุถู ุงููู ุนูู َูุงَู: ( ُْููุชُ ู
َุนَ ุงََّููุจِِّู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
َูุชََูุถَّุฃَ َูุฃََْْูููุชُ ِูุฃَْูุฒِุนَ ุฎَُِّْููู ََููุงَู: ุฏَุนُْูู
َุง َูุฅِِّูู
ุฃَุฏْุฎَْูุชُُูู
َุง ุทَุงِูุฑَุชَِْูู َูู
َุณَุญَ ุนََِْูููู
َุง ) ู
ُุชٌََّูู ุนََْููู
Artinya
:
“Mughirah Ibnu Syu'bah Radliyallaahu 'anhu
berkata: Aku pernah bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika beliau
berwudlu aku membungkuk untuk melepas kedua sepatunya lalu beliau bersabda:
Biarkanlah keduanya sebab aku dalam keadaan suci ketika aku mengenakannya
Kemudian beliau mengusap bagian atas keduanya.” (HR.
Muttafaq Alaihi)
Juga hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan
Ibnu Hibbah yang tercantum di dalam kitab Shahih
Bukhari dan shahih muslim dari
Abu Bakar yang berbunyi, “Nabi memberi kemurahan bagi musafir selama tiga hari
dan tiga malam, dan bagi orang yang bermukim sehari semalam apabila berwudhu,
boleh mengusap kedua khuff.”
2.
Syarat-Syarat Mengusap Sepatu
Syarat diperbolehkan mengusap sepatu adalah sebagai
berikut,
a.
Sepatu yang dipakai dalam keadaan suci sebelum terjadinya hadas
setelahnya.
b.
Sepatu yang dipakai menutupi kedua tungkai kaki beserta mata kaki dari
berbagai sisi.
c.
Melekat pada kaki tanpa diikat.
d.
Dapat melindungi masuknya air ke kaki.
e.
Sepatu tidak mengalami robek besar yang dapat menyulitkan untuk
mengusapnya.
f.
Kondisi sepatu masih bagus dan kuat, sehingga memungkinkan bisa
digunakan untuk berjalan ke sana-ke sini.
3.
Tata Cara dan Hal-Hal Sunnah dalam Mengusap Sepatu
Disunnahkan dalam mengusap sepatu dengan cara
meletakkan jari-jari tangan kanan ke bagian depan sepatu sebelah kanan,
sementara jari-jari tangan kiri di bagian depan sepatu sebelah kiri, kemudian
menarik keduanya kepangkal tumit di atas kedua mata kaki sambil memisahkan
jari-jarinya (tidak menyatukannya). Jika dapat meletakkan telapak tangan
bersama jari-jari, maha hal itu lebih baik.
Sebagian ulama’ berpendapat bahwa mengusap bagian atas
sepatu sekaligus bagian bawahnya merupakan tindakan sunnah.
4.
Jangka Waktu Mengusap Sepatu
Jangka waktu kebolehan mengusap sepatu bagi orang
mukim dan orang bepergian dalam jarak yang belum diperbolehkan meng-qashar shalat adalah satu hari satu
malam. Adapun bagi orang yang bepergian dalam jarak yang diperbolehkan meng-qashar shalat adalah tiga hari tiga malam.
َูุนَْู ุฃَุจِู ุจَْูุฑَุฉَ ุฑุถู ุงููู ุนูู ุนَْู
ุงََّููุจِِّู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
( ุฃََُّูู ุฑَุฎَّุตَ ِْููู
ُุณَุงِูุฑِ ุซََูุงุซَุฉَ
ุฃََّูุงู
ٍ َََูููุงََُِّูููู َِْูููู
ُِููู
ِ َْููู
ًุง َََْููููุฉً ุฅِุฐَุง ุชَุทََّูุฑَ
ََููุจِุณَ ุฎَُِّْููู: ุฃَْู َูู
ْุณَุญَ ุนََِْูููู
َุง ) ุฃَุฎْุฑَุฌَُู
ุงَูุฏَّุงุฑَُูุทُِّْูู َูุตَุญَّุญَُู ุงِุจُْู ุฎُุฒَْูู
َุฉ
Artinya :
“Melalui Abu Bakrah dari Nabi Shallallaahu
'alaihi wa Sallam: Bahwa beliau memberikan kemudahan bagi musafir tiga hari
tiga malam dan bagi mukim (orang yang menetap) sehari semalam apabila ia telah
bersuci dan memakai kedua sepatunya maka ia cukup mengusap bagian atasnya
Diriwayatkan oleh Daruquthni dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah.”
Menurut pendapat yang
terpilih, jangka waktu ini dihitung
sejak waktu mengusap dan ada juga yang mengatakan sejak hadas setelah sepatu
dipakai.
5.
Hal-Hal yang Membatalkan Mengusap Sepatu
Ada beberapa perkara yang dapat membatalkan keabsahan
mengusap sepatu, yaitu sebagai berkut.
a.
Semua hal yang membatalkan wudhu.
b.
Habisnya jangka waktu mengusap, baik bagi orang mukim maupun musafir.
c.
Sepatu dilepas, terlepas atau bagian tumit kaki banyak yang kelihatan
keluar ke sisi sepatu.
d.
Mengalami sesuatu yang mewajibkan mandi.
6.
Permasalahan
a.
Sepatu yang Robek
Para
ulama sepakat membolehkan mengusap sepatu yang robek, selama robeknya tidak
menjadi penghalang. Imam Ats-Tsauri mengatakan: Sepatu tokoh-tokoh Muhajirin
dan Anshar banyak yang sudah robek sana-sini sebagaimana halnya sepatu orang
kebanyakan.jika memang seandainya hal itu berdampak, pasti akan ada nash dan
riwayat yang datang dari meraka mengenai
hal tersebut. Mereka sendiri justu berbeda pendapat mengenai masalah sepatu
yang robek yang dapat menjadi penghalang keabsahannya mengusap sepatu, pendapat
tershahih adalah pendapat mengatakan bahwa jika da sesuatu yang tampak dari
telapak kaki maka diperkenankan untuk mengusapnya. Jika tidak tampak, maka
boleh mengusapnya.
b.
Mengusap Kaos Kaki
Mengusap
kaos kaki (jaurabain) sebagai kias
dari sepatu diperbolehkan, sebab praktiknya tesebut banyak diriwayatkan dari
sejumlah besar sahabat.
Abu
Dawud mengatakan : Diantara sahabat yang biasa mengusap kaos kaki adalah Imam
Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Al-Barra Azib, Annas bin Malik, Abu Umamah,
Sahl bin Sa’ad dan Amru bin Harits. Hal ini juga diriwayatkan dari Umar bin
Khaththab dan Ibnu Abbas.
Ibnu
Al-Mundzir menyebutkan bahwa imam Ahmad juga menyatakan kebolehan mengusap kaos
kaki.
Syarat
mengusap kaos kaki sama dengan syarat mengusap sepatu yaitu ketika memasukkan
harus dalam keadaan suci.
C. Tayamum
1.
Pengertian Tayamum
Tayamum menurut bahasa adalah tujuan, sedangkan
menurut istilah tayamum adalah menyapu wajah dan dua tangan dengan menggunakan
debu dengan cara tertentu. Tayamum adalah sebagai ganti bersuci dengan air
ketika tak mampu menggunakan secara syara’. Orang yang bersuci dengannya boleh
melakukan ibadah yang biasanya dilakukan dengan bersuci menggunakan air,
seperti shalat, thawaf, membaca al_Qur’an dan lainnya.
Penyebab diperblehkan tayamum adalah ketiadaan air,
baik secara hakiki mauun secara hukmi.
Merujuk pada hadis narasi Imran bin Husnain r.a. ia bercerita: Kami bersama Rasulullah saw. dalam suatu
perjalanan, lalu beliau shalat memimpin orang-orang. Tiba-tiba ada seorang
laki-laki yang mengucilkan diri (tidak ikut shalat). Rasulullah saw. pun
menanyainya, “Apa yang menghalangimu untuk shalat?” Ia menjawab, “Saya tadi
junub dan tidak ada air.” Beliau menukas, “Kau boleh memakai debu, sesungguhnya
ia mencukupimu.”(HR. bukhari dan Muslim)
2.
Penyebab Tayamum
Faktor penyebab seseorang diperbolehkan tayamum ada
tiga, dan semuanya disatukan oleh satunya penyebab yaitu halangan untuk
menggunakan air.
Adapun penyebab halangan itu ada tiga perkara:
a.
Ketiadaan air. Baik secara “faktual” seperti kondisi ketiadaan air yang
nyata misalnya di daerah salju, ataupun secara “syar’i”, seperti ketika air
sulit dijangkau karena adanya halangan atau disebabkan jauhnya letak sumber
air.
b.
Khawatir akan kehausan (diri sendiri, orang lain, ataupun hewan yang
dimuliakan dalam pandangan syara’). Bila ada air yang hanya cukup untuk memberi
minum hewan yang dimuliakan dalam pandangan syara’ yang kehausan, walaupun itu
baru akan terjadi pada waktu yang akan datang.
c.
Sakit yang dikhawatirkan akan bertambah parah bila terkena air.
3.
Rukun Tayamum
Rukun niat ada tiga yaitu:
a.
Niat. Niat tempatnya didalam hati. Oleh itu seseorang hendaklah berniat
dalam hati untuk melakukan tayamum tersebut.
b.
Menyapu debu tanah ke muka dan kedua-dua belah tanganhingga siku-siku
dengan dua kali tepukan. yaitu menepuk kedua telapak tangan di atas debu tanah
yang suci dan menyapukannya ke seluruh muka. Kemudian menepukkannya lagi ke
atas debu tanah tersebut dan menyapukannya pula kpada kedua-dua belah tangan
hingga siku-siku dengan cara telapak tangan kiri menyapu tangan kanan dan
telapak tangan kanan menyapu tangan kiri.
c.
Tertip menurut cara yang ditentukan.
4.
Syarat-Syarat Tayamum
Syarat-syarat tayamum ada lima,
yaitu:
a.
Ada udhur, baik karena perjalanan atau sakit.
b.
Sudah masuk waktu shalat.
c.
Telah berusaha mencari air, tetapi tidak didapat.
d.
Ada air, tetapi sulit untuk menggunakannya (karena air yang tersedia
hanya sedikit dan dibutuhkan untuk minum manusia ataupun hewan).
e.
Tersedia tanah yang suci yang mengandung debu.
5.
Tata Cara Tayamum
Orang yang bertayamum harus monomersatukan niat dengan
tujuan diperbolehkannya melakukan ibadah solat atau thawaf. Adapun tempat niat
terletak dalam hati dan mengucapkkannya di bibir merupkah perkara bid’ah
Kemudian mengucapkan bismillah seraya menepuk
kedua tangannya di atas permukaan tanah, tepatnya pada debu yang suci, sekali
letakkan dengan membuka lebar-lebar jari-jemari, kemudian mengkibaskan keduanya
dan mengusapkannya pada wajah dan kedua tangannya. Merujuk hadis narasi Ammar
bahwasanya Nabi saw. bersabda: “sebenarnya
cukup bagimu melakukan begini saja.” Nabi saw. menepuk kedua telapak
tangannya ke tanah dan menghembuskannya, kemudian mengusapkannya ke wajah dan
kedua telapak tangannya.
Cara bertayamum adalah dengan meletakkan jari-jari
tangan kiri, kecuali ibu jari ke punggung telapak tangan kanan, selain ibu
jari. Kemudian tekapak tangan kiri mengusap lengan tangan kanan sampai siku
bagian luar, lalu memutar ke siku bagian tangan kanan dan menggerakkannya
sampai pergelangan tangan, lalu bagian ibu jari bagian dalam tangan kiri
mengusap ibu jari tangan kanan digerakkan. Setelah itu, lakukan yang hal yang
sama pada tangan kiri, selajutnya, menyela jemari dan mengusap kedua telapak
tangan.
6.
Hal yang Membatalkan Tayamum
Perkara yang membatalkan tayamum yaitu sebagai
berikut,
a.
Semua perkara yang membatalkan wudhu. Sebab, tayamum adalah amalan yang
dilakukan untuk mengabsahkan pelaksanaan shalat.
b.
Melihat air di luar waktu shalat atau menyangka ada air.
7.
Masalah yang Berkaitan dengan Tayamum
a.
Tayamum berlaku untuk satu kali shalat fardu
Tayamum hanya berlaku untuk satu shalat wajib,
sehingga tiap-tiap akan melakukan shalat wajib diharuskan melakukan tayamum
terlebih dahulu. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Darulquthni yang
berdasarkan dari Ibnu Abbas. Namun, para fuqaha berpendapat, bagi orang yang
bertayamum boleh mengerjakan beberapa shalat sunnah dengan satu tayamum.
b.
Tayamum dilakukan ketika sudah masuk waktu shalat
Para fuqaha berbeda pendapat mengenai kebolehan
bertayamum sebelum tiba waktu shalat. Dalam hal ini, para fuqaha terbagi atas
dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bertayamum dibolehkan sebelum masuk
waktu shalat. Pendapat ini dimotori oleh kalangan Mazhab Hanafi, Ibnu Hazmin,
Mazhab Zahiri dan Al-Syaibani. Pendapat kedua mengatakan bahwa bertayamum tidak
diperbolehkan sebelum masuk waktu shalat. Pendapat ini dimotori oleh kalangan
Mazhab Maliki, Mazhab sSyafi’I, Syiah dan Mazhab Hambali.
c.
Mengetahui adanya air di tengah shalat
Bagi orang yang melakukan shalat dengan bertayamum,
kemudian mendapati air dan waktu shalat belum habis, boleh mengulangi shalat
dengan berwudhu, dan boleh pula tidak mengulangi. Hal ini didasarkan pada hadis
riwayat Abu Daud Al-Nasa’i dari Sa’id Al-Kudri, ia berkata: Ada dua orang laki-laki keluar bepergian lalu datanglah
waktu shalat sedangkan mereka tidak mempunyai air maka mereka bertayamum dengan
tanah suci dan menunaikan shalat. Kemudian mereka menjumpai air pada waktu itu
juga. Lalu salah seorang dari keduanya mengulangi shalat dan wudlu sedang yang
lainnya tidak. Kemudian mereka menghadap Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka beliau
bersabda kepada orang yang tidak mengulanginya: “Engkau telah melakukan sesuai sunnah dan shalatmu sudah sah
bagimu.” Dan beliau bersabda kepada yang
lainnya: “Engkau
mendapatkan pahala dua kali.” (HR. Abu Dawud)
IV. KESIMPULAN
A.
Hukum Mengusap Jilbab bagi Wanita
Jilbab adalah khimar,
yaitu kain yang menutup kepala seorang wanita. Dalam masalah ini ada dua
pendapat yang berkembang, yaitu ada pendapat yang mengatakan boleh dan ada pendapat
yang mengatakan tidak boleh mengusap jilbab
B.
Hukum Mengusap Sepatu dalam Berwudhu
Mengusap sepatu (khuff)
berarti menggunakan tangan yang basah atau apasaja yang menempati posisinya ke
bagian atas sepatu dalam jangka waktu yang ditentukan oleh syara’, yaitu bagi
orang mukim adalah satu hari satu malam. Adapun bagi orang yang bepergian
(musafir) adalah tiga hari tiga malam.
Sepatu (khuff)
yang diakui syara’ adalah alas kaki yang menutupi kedua mata kaki yang
memungkinkan untuk dibuat berjalan. Bagian yang diusap adalah bagian atas
sepatu, bukan bagian alasnya.
Dibolehkan mengusap sepatu yang robek, selama robeknya
tidak menjadi penghalang. Diperbolehkan juga Mengusap Kaos Kaki. Syarat
mengusap kaos kaki sama dengan syarat mengusap sepatu yaitu ketika memasukkan
harus dalam keadaan suci.
Hal-hal yang membatalkan mengusap sepatu yaitu Semua
hal yang membatalkan wudhu, Habisnya jangka waktu mengusap, jika sepatu dilepas
dan mengalami sesuatu yang mewajibkan mandi.
C.
Hukum Tayamum
tayamum adalah menyapu wajah dan dua tangan dengan
menggunakan debu dengan cara tertentu. Tayamum sebagai ganti bersuci dengan air
ketika tak mampu menggunakan secara syara’. Orang yang bersuci dengannya boleh
melakukan ibadah yang biasanya dilakukan dengan bersuci menggunakan air,
seperti shalat, thawaf, membaca al_Qur’an.
Penyebab diperblehkan tayamum adalah ketiadaan air, bila
ada air yang hanya cukup untuk memberi minum hewan yang dimuliakan dalam
pandangan syara’ yang kehausan, sakit yang dikhawatirkan akan bertambah parah
bila terkena air.
Hal yang Membatalkan Tayamum yaitu Semua perkara yang
membatalkan wudhu, melihat air di luar waktu shalat atau menyangka ada air, dan
Murtad
V.
ANALISIS
Allah memberi kemudahan dan keringanan kepada
hamba-Nya untuk menjalankan syariat islam. Beberapa kemudahan yang diberikan
Allah kepada kita yaitu seperti diperbolehkan mengusap jilbab sebagai penganti
mengusap kepala bagi wanita berjilbab. Diperbolehkan
mengusap sepatu sebagai pengganti membasuh kaki dan selanjutnya diperbolehkan
bertayamum sebagai pengganti wudhu dan mandi junub ketika tidak adanya air.
VI. PENUTUP
Demikianlah makalah ini saya
susun. Saya
menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan upaya penyempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran sangat saya harapkan.
Semoga dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA